Rabu, 04 Juli 2007

"-Indo-Mie…"

"Yahya Indonesia " Yahya Indo-mie" ucapnya penuh girang, Jujur aku bangga di bela oleh Mama yg mendukungku, orang – orang di sekelilingku pun ikut tertawa, perseteruan yang sempat menjadikan suasana tegang kini menjadi hangat,dan bersahabat, kerinduanku akan indo terobati, seakan aku sudah bearada dikampung halamanku sekarang.hingga rasa kebanggaanku terusik sejenak, ada perasaan resah yg terpendam tiba - tiba muncul, membuatku menundukkan pandangan, mengernyitkan dahi, meski suara hati itu pun berbisik miris "Coba ada merek lainya selain IndoMie yang membuat bangsa indonesia semakin dihormati?".


#Matahari menatap#
Sinar surya menembus celah - celah tirai, mengusir kedinginan malam yang membekas. Di atas hamparan kasur lampu yang telah redup,,harum ruangan itu semerbak. Aku pun tak kuasa hanyut dalam rayuanya, apalagi belainya penuh mesra, tawarkanku kehangatan. Santa Maria masih setia memelukku dengan mesra. Melindungiku dari dinginya udara. Hingga seseorang mendobrak pintu mencoba memisahkanku darinya,memaksaku melepaskan belaianya, meninggalkanya sendirian membisu. Aku pun tak kuasa menghadapinya, tapi sosok itu lebih kuat dari ku, tubuhku bertubi- tubi diserangnya, membabi buta, dan kini semakin keras tepukan itu menghantam tubuhku, aku mengerang kesakitan. Dan… Aku terbangun, tertegun di depan seseorang yang sedari tadi berdiri dihadapanku, berhasil membangunkanku dan langsung berteriak : "jam setengah tujuh mau jama' solat subuh sama duha??"
Mataku yang masih sipit, terbelalak. 'ketek' kotoran mata yang mengendap kubersihkan Selimut " Santa Maria " yang membalutku kusingkap. Kubangkit mengejar mentari menjemput sisa waktu subuh yang sebentar lagi pudar. 'Jujur' moga solatku masih dicatet sebagai ibadah solat subuh..

#Mentari membakar#
Hari ini aku malas kuliah, salah satu alasanya udara diluar yang panas. Meski kulit ku sawo matang aku tetap enggan membiarkanya terbakar, takut nanti pulang kerumah dikatain orang negro lagi, harusnya kan pulang nanti lebih mirip dari orang mesir gak usah tinggi- tinggi, paling gak ngalahin nasyider Sami Yusuf, atau persis Nabi Yusuf deh…
Entah angin apa yang membawaku untuk rindu rumah (yang pasti bukan angin topan lah), rasanya pingin pulang ke kampung halaman, yah…sekedar melepaskan rasa kangen. Aku tahu itu hal yang susah, karena aku sadar status ku kan masih 'seperti yang dulu' (emangnya kayak lagu ungu) alias aku ini turis 'kere', pergi ke Mesir aja harus jual sepeda motor warisan kakekku, itu pun untung- untungan dihargai mahal katanya sih mo dipajang di museum kota, masih katanya lagi itu termasuk barang yang hampir punah, percaya gak sih!. Jarum jam kini menunjukkan pukul 09.00. menyalakan Komputer, mendengarkan lagu, serta mengenang foto-foto keluarga aku pikir dapat mengobati kerinduanku. Demi menjaga semangat nasionalismeku akupun menyetel lagu – lagu kemerdekaan, lagu jembatan merah cocok, gumamku disamping deket dengan rumah tempat ku berdomisili, juga ada kenangan indah ketika aku pulang mancing dengan hasil ikan yang lumayan gede, hingga temen-temenku memujiku, bangga bila sampai kuberikan ibuku untuk dimasak, meski akhirnya aku juga pulang dengan tanpa tangan kosong melainkan benjolan dikepala akibat salah ambil pancing milik orang, mangkanya kisah ini lebih tepat di bilang nostal 'Gila'.
Dua jam berlalu, perutku berdering (emang alarm) pertanda lapar, aku sendirian di rumah, empat orang temanku tetap pergi kuliyah karena pingin ngurus kerneh yang tak kunjung selesai. Demi menina-bobokkan perut ku terpaksa aku harus keluar, membeli Indomie, yang memang menjadi santapan yang tepat, praktis meski harganya sedikit miris. Walhasil aku harus menyerah untuk membiarkan kulitku sedikit tersengat sinar matahari padahal aku sudah berniat menjaganya agar tetap manis dengan sawo matangnya.


Tulis sisanya di sini
#Matahari masih membakar#Desiran debu, angin berhembus panas, menerbangkan dedaunan yang kering. Tanaman pun seakan meredupkan tangkainya, mencoba melindungi dirinya dari semburan sang surya. Terlihat bayangan seorang pemuda bergerak cepat, langkahnya gesit, seakan ia tengah dikejar oleh sesuatu, sesuatu yang mungkin akan membahayakan dirinya, yah.. pemuda itu adalah aku, yang mencari keteduhan bayangan imaroh yang mungkin dapat menolongku menghindari sinarnya. Hingga "Supermarket Rohmah" menungguku, pintunya terbuka seakan mempersilahkanku untuk memasukinya karena…. Karena beli Indominya disana… "Assalamu'laikum" sapaku pada perempuan berumur lima puluhan yang sering kupanggil mama, entah aku bingung hubungan darah apa yang kami miliki hingga aku akrab memanggilnya begitu, ataukah kakeknya pernah donordarah ke kakekku yang konon pernah ke Mesir, karena itu bisa menjadi alasan hubungan darah yang kami miliki (ngibul kali…)" 'Alaikum salam yabni muhammad min andoneisy" jawabnya penuh harmonisMuhammad begitulah ia memanggilku, karena memang orang mesir gak mau susah-susah menghapalkan nama jadi nama mereka ya tidak berkisar pada empat nama, yakni Muhammad, Mahmud, Ahmad atau Ali. Bisa dibayangkan jika di pasar kita memanggil nama Muhammad dipastikan semua orang mesir akan mendatangi kita seraya beralasan "Ana bardlu Muhammad" Sekitar lima menit mukodimah saling sapa kabar denganya sebelum aku mengungkapkan niatku yang hanya ingin membeli satu bungkus Indomie, namun begitulah kebiasaan yang sering kami lakukan paling tidak menjaga hubungan agar lebih akrab gitu. Hingga, sebelum keluar dari toko, aku tidak sengaja menginjak 'isy milik seorang pembeli di sampingku yang terjatuh. Maksud hati ingin mengucapkan maaf ia malah mendorongku, keadaan kini lain, ia mengatakan aku menghina mesir, karena telah sengaja menginjak makanan khas bangsanya. Menghina 'isy berarti menghina mesir tuduhnya kepadaku yang sedari tadi diam membisu didepanya. Ingin rasanya aku membalas perbuatan kasarnya tadi kepadaku., aku pun mencoba bersabar, menahan amarahku. Suasana bertambah tegang ketika ia mengangkat suaranya, menanyakanku apakah aku menantangnya. Atau sikapku yang diam menurutnya aku sedang menghinanya. Hawa panas udara diluar seakan terkalahkan dengan panasnya hawa kemarahan didalam ruangan, para pembeli lainya mencoba menenangkanya, hingga sautan suara "Shollu 'alan-nabiy" membuatnya sedikin terdiam, suara yang merupakan ungkapan marah dari seorang mama yang baru kali ini aku melihatnya naik pitam, belum pernah kulihat sebelumnya , bahkan tidak menyangka dari sosoknya yang lembut dan ramah itu. Pemuda itu pun diceramahinya panjang lebar, aku tidak terlalu paham dengan pembicaraan mereka lantaran baru dua tahun aku tinggal di mesir, bahasa 'amiyah ku masih belum terlalu lancar. Yang kutahu hanya ketika tiba- tiba ia menjabat tanganku meminta maaf atas kelakuanya padaku tadi, senyumnya mengembang mengangkat tanganku yang sedang menggenggam Indomie, ternyata ia menyamakan 'isy sebagai makanan khas mesir dengan Indomie makanan asli Indonesia yang dianggap juga sebagai kebanggan bangsa Indonesia, karena disetiap toko pasti menjualnya, terlebih ketika ia ingin menunjukkan semangat nasionalisme yang harus dimiliki setiap orang, bahkan ketika Indomie dihina orang, sikapku pun tak jauh beda denganya. Sejenak ungkapanya membuatku tersenyum, dan sedikit bangga hingga kudengar suara itu lagi. "Yahya Indonesia " Yahya Indo-mie" ucapnya penuh girang, Jujur aku bangga di bela oleh Mama yg mendukungku, orang – orang di sekelilingku pun ikut tertawa, perseteruan yang sempat menjadikan suasana tegang kini menjadi hangat,dan bersahabat, kerinduanku akan indo terobati, seakan aku sudah bearada dikampung halamanku sekarang.Namun rasa kebanggaan itu terusik sejenak, ada perasaan resah yg terpendam tiba - tiba muncul, membuatku menundukkan pandangan, mengernyitkan dahi, meski suara hati itu pun berbisik miris "Coba ada merek lainya selain IndoMie yang membuat bangsa indonesia semakin dihormati?". Tulis post di sini

0 komentar: